Pesantren Babakan Ciwaringin Cirebon Kritisi Gubernur Dedi Mulyadi Terkait Penghapusan Dana Hibah Pesantren
CIREBON, GEMA1.COM
- Pimpinan Pusat Majelis Komunikasi Alumni Babakan (Makom Albab) dan para
pengasuh Pondok Pesantren Babakan Ciwaringin, Cirebon, Jawa Barat, mengeluarkan
maklumat secara resmi terhadap kebijakan Gubernur Jawa Barat.
Dalam rilis yang diterima redaksi Senin (21/7/2025), Para
kiai dan alumni menyampaikan sikap kritis atas kebijakan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi yang dinilai tak sejalan
dengan prinsip keadilan pendidikan dan nilai-nilai akhlakul karimah yang
diwariskan para muassis pesantren.
Lima maklumat ini merupakan hasil musyawarah seluruh para
pengasuh pondok pesantren dan para alumni yang tergabung dalam Makom Albab dan
Persatuan Seluruh Pesantren Babakan (PSPB). Selanjutnya, sikap Pemerintah
Provinsi Jawa Barat seharusnya mendukung lembaga pendidikan pesantren secara
proporsional dan berkeadilan, sebagaimana telah diamanatkan dalam konstitusi
dan undang-undang 1945.
Koordinator Pengasuh Pondok Pesantren Babakan Ciwaringin
Cirebon KH. Marzuki Ahal, menyoroti
kebijakan Gubernur Jawa Barat salah satunya, terkait penghapusan dana hibah
untuk pesantren yang dinilai melanggar UU.
Makom Albab menilai, Peraturan Gubernur No. 12 Tahun 2025
yang menghapus dana hibah pesantren dari APBD bertentangan langsung dengan UUD
1945 serta UU No. 18 Tahun 2019 tentang Pesantren. Di dalam undang-undang
tersebut, pesantren diakui sebagai lembaga pendidikan yang berhak mendapatkan
afirmasi, fasilitasi dan rekognisi dari negara. "Alih-alih dihapus,
dukungan terhadap pesantren semestinya justru ditingkatkan," tegas KH.
Marzuki Ahal, Senin 21 Juli 2025.
Kedua, terkait kebijakan rombongan belajar (Rombel) 50 siswa
itu menunjukan adanya penurunan kualitas
dan matinya sekolah swasta.
Menurutnya, keputusan Gubernur Jabar Nomor 463.1/KEP.323-DISDIK/2025 yang
menetapkan jumlah maksimal 50 siswa per rombongan belajar (rombel) dinilai
kontraproduktif. Kebijakan ini menurunkan kualitas pembelajaran dan menyebabkan
sekolah swasta gulung tikar karena tidak mampu bersaing secara kuantitatif.
Pihaknya juga menyoroti diskriminasi Bantuan Pendidikan
Menengah Umum (BPMU) antara negeri dan swasta yang tidak sesuai konstitusi. Hal
itu tercermin dari Peraturan Gubernur Jabar No. 58 Tahun 2022 dinilai
diskriminatif.
"Makom Albab menuntut agar tidak ada perbedaan
perlakuan antara sekolah negeri dan swasta, hal ini sesuai dengan putusan
Mahkamah Konstitusi No. 3/PUU-XXII/2024 dan UU Sisdiknas No. 20 Tahun
2003,"ujarnya.
Ia menambahkan, maklumat ini menjadi bagian dari komitmen
moral komunitas pesantren untuk terus menyuarakan kepentingan umat dan menjaga
marwah pendidikan Islam di tanah Jawa Barat.
Hal senada diungkapkan Ketua Umum Makom Albab Kombes Pol
(Purn) Dr. H. Juhana Zulfan, MM,
tokoh alumni Pondok Babakan. Wakil Ketua DPRD Kabupaten Majalengka ini,
menyoroti kebijakan sekolah lima hari itu mengancam keberlangsungan Madrasah
Diniyah yang sudah lama berdiri.
Sehingga Surat Edaran Dinas Pendidikan Jawa Barat Nomor
58/PK.03/Disdik yang menetapkan lima hari sekolah, dinilai mengancam eksistensi
pendidikan madrasah diniyah. Menurutnya, proses kegiatan belajar yang
berlangsung hingga sore hari, siswa tak lagi memiliki waktu mengikuti
pendidikan keagamaan nonformal yang menjadi ciri khas pesantren.
Tak hanya itu, Makom Albab juga menyoriti kebijakan ijazah
gratis yang perlu dievaluasi. Makom Albab juga mempertanyakan Surat Edaran
Gubernur No. 3597/PK.03.04.04/SEKRE serta SE Disdik Jabar No.
100.3.4,4/2879/DISDIK/2004 tentang penyerahan ijazah secara gratis.
Menurutnya, kebijakan ini tidak sepenuhnya mempertimbangkan
kearifan lokal dan realitas di lapangan, terutama bagi sekolah-sekolah swasta
yang masih bergantung pada dana operasional dari partisipasi orang tua siswa.
Maklumat untuk
Pendidikan Berkeadilan
Juhana menegaskan bahwa seluruh kebijakan pendidikan harus
melibatkan unsur-unsur terkait, termasuk kalangan pesantren, demi menjaga
keberlangsungan sistem pendidikan yang adil, berkarakter dan berakhlakul
karimah. Makom Albab menyerukan agar semua pihak ikut mengambil sikap atas
kebijakan-kebijakan tersebut demi masa depan pendidikan Jawa Barat yang lebih
baik.
"Kami tidak menolak perubahan, namun setiap kebijakan
harus berpihak kepada kemaslahatan bersama, sesuai nilai-nilai luhur yang
diwariskan para sesepuh pesantren," pungkas Juhana. (asyul)

Tidak ada komentar